JAKARTA - Menjadi relawan kemanusiaan di tanah jihad, memang penuh suka dan duka.
Hal ini seperti yang dialami oleh Abdillah Onim, relawan MER-C yang
menetap di Gaza, Palestina. Tanpa segan, Abdillah Onim berbagi tentang
lika-liku kisah cintanya, agar dapat dipetik hikmah oleh para pemuda
Muslim di Indonesia.
Awalnya
Abdillah Onim adalah pria lajang yang mulai berangkat ke Gaza pada tahun
2009. Ia memang memiliki keinginan menikahi wanita Gaza, ia pun
berusaha keras mencari pendamping hidup dibantu teman-temannya di Gaza.
“Waktu
itu saya masih bujang, saya memang bertekad untuk mencari jodoh di Gaza.
Dibantu dengan teman dan pejabat yang ada di sana saya dibantu untuk
berta’aruf dengan muslimah di sana. Saya berta’aruf dengan muslimah di 4
wilayah Jalur gaza; jalur gaza Selatan, jalur Gaza tengah, Gaza City
dan jalur Gaza utara,” kata Abdillah Onim kepada voa-islam.com, Jum’at
(8/1/2013).

Ternyata
kunci sukses Abdillah Onim berhasil mendapatkan tambatan hati adalah
dengan menghindari pacaran dan melakukan proses sesuai syariat Islam.
“Saya
berta'aruf dengan tujuh orang muslimah dan yang terakhir itu
Alhamdulillah menjad jodoh saya. Jadi kita mencari jodoh itu tanpa
pacaran. Tidak seperti di Indonesia, mayoritas pemuda di negeri ini
tidak menghiraukan syariat Islam terutama dalam hal mencari jodoh. Jadi
Alhamdulillah saya sudah mempraktekkan mencari jodoh sesuai yang
disyariatkan dalam agama Islam, yaitu ta’aruf tanpa pacaran, hanya
berlangsung selama tujuh hari lalu melaksanakan ijab Kabul,” tuturnya.

Seperti
mimpi, dirinya yang berasal dari ujung timur Indonesia, akhirnya bisa
menikahi muslimah di tanah jihad Gaza, Palestina. Nama muslimah itu
adalah Rajaa, seorang hafizhah (penghafal Al-Qur’an) nan cantik jelita.
“Jodoh
itu takdir dari Allah Ta’ala, saya dari daerah di ujung timur Indonesia
dan mendapat jodoh seorang muslimah dari negara lain yang asli Palestina
dan tinggal di Jalur Gaza. Saya juga pemuda pertama dari Indonesia yang
melangsungkan pernikahan di Jalur Gaza. Saya merasa ini karunia yang
luar biasa, karena Allah benar-benar memberikan imbalan bagi hambaNya,
apalagi saya hanya seorang yang menjalankan misi kemanusiaan,” ungkap
pria asal Galela ini.

Sebagai
seorang relawan kemanusiaan, tentu dirinya memiliki berbagai
keterbatasan, terutama soal materi. Hal ini yang membuatnya ketar-ketir,
jelang pernikahan. Namun tak lama, berbondong-bondong bantuan datang
dari arah yang tak disangka-sangka. Di sinilah ia merasakan pertolong
Allah itu turun kepada hambaNya yang ingin melaksanakan sunnah yang suci
dan demi menjaga iffah.
“Saya
juga merasakan bagaimana pertolongan Allah itu turun, apalagi saat saya
membutuhkan mahar, itu benar-benar ‘tangan ’ Allah yang membantu.
Kondisi saya benar-benar dalam keterbatasan, apalagi saya sebagai
relawan, tidak berharap gaji lalu menikah di wilayah konflik yang biaya
hidupnya itu sangat tinggi. Mahar saya sampai puluhan juta, saya sudah
jual kambing tetapi tidak cukup dan subhanallah hanya dalam waktu dua
jam, saya berhasil mengumpulkan mahar itu yang totalnya sekitar sembilan
puluh juta lebih,” tuturnya.

Alhamdulillah,
dari pernikahan Abdillah Onim dengan muslimah Gaza ini dikaruniai Allah
seorang putri mungil yang kini berumur Sembilan bulan, bernama Marwiyah
Filindo.
“Ini
anak pertama saya, berumur sembilan bulan yang lahir di Jalur Gaza. Jadi
istri dan anak saya berkewarganegaraan Palestina hanya saya saja
berkewarganegaraan Indonesia. Putrid saya ini, putri pertama keturunan
Indonesia walaupun lahir di Jalur Gaza, namanya Marwiyah Filindo,”
ucapnya.

Setelah
berada di Gaza selama lebih dari dua tahun, Abdillah diberikan cuti, hal
ini dimanfaatkannya untuk berkunjung ke kampung halamannya di Galela,
Maluku Utara bersama istri dan anaknya.
Namun,
saat ditanya mengapa tak menetap di Indonesia saja, ia mengaku tidak
mampu tinggal di Indonesia. Bukannya tak cinta tanah air, hal ini
lantaran lingkungan dan sisi keislaman di negeri ini berbeda jauh dari
Gaza.
“Kalau
untuk tinggal di Indonesia, saya dan istri saya sepertinya tidak mampu.
Karena karakter dan budaya hidup di Indonesia dengan palestina itu
sangat berbeda terutama dari sisi keislaman. Jadi saya lebih memilih
untuk mendidik dan membesarkan anak-anak di sana,” jawabnya.

Abdillah
Onim pun semakin kokoh tekadnya untuk tinggal di Gaza membesarkan
anaknya, ia tak peduli meskipun serangan Zionis Israel sewaktu-waktu
bisa mengancam.
“Alhamdulillah
istri saya seorang hafizhah dan seluruh keluarga saya di Jalur Gaza itu
hafizh dan hafizhah jadi saya lebih memilih membesarkan anak-anak di
sana dan kalau ada rezeki mau bangun rumah di sana. Tapi insya Allah
akan bolak-balik ke Indonesia,” tutupnya. [Ahmed Widad]



0 komentar:
Posting Komentar