News Update :

Pak Sidik Pemilik Kerupuk Gurame Sukses Pantang Menyerah

Jumat, 25 April 2014

Pak Sidik Ia telah menjadi tokoh inspiratif bagi setiap penyandang difable di Indonesia. Ini cerita tentang ketekunan serta kerja kerasnya dalam mencari penghidupan. Terlahir tanpa kaki, Sidik tak pernah lepas dari kata bersyukur. Dia tau setiap menusia hanya menjalankan jalan- Nya. Ia terlahir dari keluarga miskin dan untuk menghidupi keluarganya, kedua orangnya berjualan warung kecil- kecilan. Ia terlahir sebagai anak keenam dari sepuluh bersaudara.

Dan, ketika anda mungkin bertanya tentang keadaan jasmaninya, dia langsung menjawab "Alhamdulillah, sejak lahir saya sudah begini."

Perjuangan hidup

Ketika akan melahirkan Sidik, ibunya pernah bermimpi bahwa ia akan melahirkan seorang anak yang cacat. Dia kala itu juga mendapatkan pasan, anak cacat itu akan membawa berkah untuk keluarga. "Alhamdulillah, tak lama setelah saya lahir, kata almarhum ibu, ayah saya langsung mendapatkan pekerjaan tetap, sehingga bisa membiayai pendidikan seluruh anak- anaknya hingga SMA," kata Sidik ditemui di rumah sederhananya, di bilangan Cempakan Putih.

Sidik memang lahir dalam keadaan fisik yang tak sempurna. Namun, ia selalu tawakal, maka Tuhan pun selalu memberinya yang terbaik. Ia memang tidak memiliki dua kaki hingga pangkal paha. Tubunya seperti separuh, namun semangat hidupnya tinggi. Dengan sebuah kursi roda, Sidik bisa bergerak lincah bahkan bisa mengendarai sepeda motor. Sepeda motor yang telah dimodifikasi sehingga hanya memerlukan tangan. Dia memanfaatkan kendaraan itu untuk bisnisnya kini.

Meski sejak kecil keadaannya sudah begitu, Sidik kecil tak pernah merepotkan orang tuanya. Ia selalu mencoba melakukan sagala hal sendiri. Dia bahkan tak mau dipapah atau digendong. "Saya tak mau dikasihani orang, saya ingin sukses bukan karena orang kasihan pada saya, tetapi karena kerja keras saya." katanya tegas. Ketika memasuk tahun 1992, Sidik bertemu jodohnya, seorang wanita bernama Siti Rahmah yang juga penyandang difable. Meski keduanya sama- sama tak sempurna, ketiga anaknya yang lahir sehat dan normal.

Belakangan anak kedua mereka meninggal karena kecelakaan.

Bisnis mandiri

Setelah bekerja bertahun- tahun di yayasan Swa Prasidya Purna, merasa tak mendapat materi yang berarti, Sidik memilih keluar dari tempat kerjanya. Bermodal ijasah diploma, ia diterima bekerja sebagai di sebuah perusahaan sebagai staf personalia. Tapi belum lama bekerja, krisis 98 menghantam membuatnya harus siap berhenti bekerja. Maka dimulailah periode Sidik hidup sebagai pengangguran baru. Tapi ia tak mau lama- lama menganggur. Dia mulai mengikuti berbagai kursus ketrampilan yang diadakan oleh Pemda DKI untuk penyandang cacat.

Salah satu kursus yang menjadi perhatiannya yaitu kursus membuat kerupuk dari singkong. "Dari belasan orang peserta, hanya satu- satunya orang yang masih bertahan membuat krupuk sampai sekarang. Yang lain, tumbang," ujar Sidik.

Modalnya cuma satu juta rupiah itupun diberikan oleh Pemda DKI. Bersama istrinya, Sidik memulai bisnis pertamanya yaitu membuat kerupuk singkong. Kala itu produk kerupuknya dibuat secara seadanya dari segi pengemasan terangnya. Tapi bukan tentang kualitas produknya. Sidik paham betul tentang hal tersebut. Ia serius bahkan memproduksi 100 bungkus kerupuk yang berukuran 2 ons masing- masing. Kerupuk yang dibuat murni dari singkong seberat 10 kilogram.

"Namanya juga pertama, kerupuk dagangan saya baru habis setelah sebulan lebih," kenang Sidik. Proses pembuatan kerupuk singkong bisa dibilang lebih rumit dibanding pembuatan keripik singkong. Jika keripik singkong cukup mengiris singkong tipis- tipis lalu digoreng, kerupuk singkong lebih lama. Pertama kali, Sidik mengupas kulit lalu memarutnya hingga lembut. Perutan itu kemudian diubah menjadi adonan dengan campuran sedikit bumbu dan tepung barulah dibentuk. Adonan itu oleh Sidik dibentuk memanjang seperti singkong utuh, kemudian dijemur di panas matahari.

Setelah adonan itu sedikit liat barulah diangkat kemudian diiris. Irisan tipis itu tidak lantas digoreng masih ada satu tahapan lagi. Sidik harus menjemur kembali kerupuk itu selama dua hari di panasa matahari. Setelah itu, kerupuk telah siap untuk digoreng hingga matang. Kenapa begitu lama? Ini untuk membuat kerupuknya bisa bertahan lama dan lebih gurih tentunya. Dari hanya 10 kilogram singkong, Sidik sekarang mampu merubah menjadi 50 hingga 100 kilogram singkong menjadi kerupuk.

Ia kini memiliki merek dagang sendiri untuk produknya. "Saya beri nama merek Cap Gurame, ini sama sekali tidak ada hubungannya sama ikan gurame, tetapi gurame adalah singkatan dai Gurih, Renyah, Enak," katanya sambil tersenyum. "Kalo nanti ada biaya, merek ini saya mau patentkan," tambahnya. Semua pekerjaan dan proses pembuatan ia kerjakan sendiri dibantu sang istri. Setiap hari, tanpa kenal lelah, ia sendiri pergi untuk menawarkan kerupuknya ke warung- warung dan koperasi- koperasi di kantor pemerintah.

"Saya menggunakan sistem konsinyasi atau titip jual, harga dari saya empat ribu, terserah mereka menjualnya berapa, tapi bisanya mereka jual lima ribu rupiah." kata Sidik.

Buah kesabaran

Usaha yang telah ditekuni sejak 1999 ini, memang belum terlihat memberikan materi berarti. Sidik masih saja hidup di gedung bekas tempatnya bekerja di Campaka Putih, Jakarta Pusat. Rumahnya pun masih terdiri dari tiga petak yang disekat papan triplek termasuk di dalamnya ruang pembuatan kerupuk "Cap Gurame". Beruntung ada seorang pengusaha lokal yang melihat kegigihan Sidik. Ia pun menyumbang sebuah sepeda motor agar Sidik bisa bekerja lebih maksimal.

"Namanya juga tidak punya kaki, saya sempat bingung juga, bagaimana mengendarainya?" Tak kehilangan, ia memodifikasi ulang motor tersebut agar tuas perseneling dapat dioperasikan hanya dengan tangan. Dengan bantuan tukang las, jadilah motornya mempunyai tuas besi di bagian perseneling dan rem. Tambahan lain seperti gerobak di sisi kanan, fungsinya untuk mengangkut muatan serta keseimbangan. Motor itu kini benar- benar membantu mobilitas produksinya.

Hingga saat ini, Sidik masih terus mengembangkan pemasaran produknya. Setipah hari ia terus sibuk pergi dari satu koperasi ke koperasi lain. Dia juga menyasara warung- warung hingga seluruh pelosok ibu kota, tentu dibantu sepeda motor uniknya. Bahkan kini, permintaan akan kerupuk Cap Gurame terus mengalir dari handphon Sidik. "Saya ingin sekali mendapat tambahan modal, atau minimal ada orang yang mau menjadi mitra usaha untuk mengembangkan bisnis ini. Saya punya mimpi suatu saat kerupuk saya ini dimakan sama orang Amerika." ujarnya.

Sidik mengaku masih kesulitan memasok produknya ke pasar modern seperti supermarket atau hipermarket. Usahanya harus jadi perseroan, bahkan harus menyediakan deposit uang; ini sulit baginya kini. Tak mau menyerah, ia memiliki prinsip bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 20% wirausahawan untuk seluruh penduduk Indonesia. Dia tak mau menyarah menjadi pengusaha. Maski bisnisnya hany menghasilkan untung berkisar 1 juta- 2 juta per- tahun, Sidik masih bersemangat untuk mengembangkan usahanya.

Sumber : biografi-pengusaha
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright PKS Mekarsari | Official Website | Diterbitkan sejak Desember 2012 oleh Bid. Humas